Rahasia Sukses Penulis Lirik Lagu Film India (Bagian 2)

Anna Muttaqien View: 2442

Salah satu dilema yang pasti dihadapi penulis lirik lagu bagi film adalah tentang bagaimana menyelaraskan lirik dengan jalan cerita dan karakter, atau tuntutan pembuat film. Masih dalam wawancara dengan Scroll.in, Amitabh Bhattacharya yang telah bertahun-tahun jadi salah satu penulis lirik lagu andalan Bollywood dan baru-baru ini makin tenar berkat lagu yang ditulisnya untuk Dilwale, membagikan pengalamannya terkait hal itu.

Penulisan lirik harus selaras dengan skenario, sintaksis yang digunakan oleh karakter-karakternya. Disaat yang sama, disitu bisa jadi ada metafor atau idiom tertentu yang digunakan penulis lirik dan bisa jadi asing bagi karakternya, tetapi dibutuhkan untuk mengeluarkan rasa puitis pada lagu. Satu contoh yang bagus tentang ini adalah Aga Bai dari Aiyyaa (2012) dimana karakter yang dimainkan Rani Mukerji menggunakan kata seperti hirni dan sandhali, yang mana tidak digunakannya sebagai bagian dari sintaksis karakternya dalam film. Bagaimana Anda menjelaskan kebebasan kreatif seperti ini?

Ini pertama kalinya seseorang menanyakan hal ini pada saya.

Sejauh soal kebebasan kreatif, itu sepenuhnya tergantung pada tim tempat Anda bekerja. Karena Anda menyebutkan Aiyyaa, (disana) sutradaranya, Sachin Kundalkar, memberi kami kebebasan penuh. Dia sering mengatakan, "Amit, Amitabh tum humaarey sher ho (kau adalah kekuatanku)." Namun kebebasan itu tidak selalu ada, terutama bila Anda bekerja di film yang lebih mainstream, lebih komersil, lebih besar, dengan kanvas yang lebih luas. Dengan demikian, itu jadi lebih sulit. Ada lebih banyak filter disana, lebih banyak batasan.

AiyyaaHal yang bagus tentang penulisan lirik masa kini adalah bahwa biasanya cocok dengan sintaksis karakter. Di sinema-sinema lama, seringkali, seorang preman jalanan, dia memancing perkelahian dalam bambaiyya bhaasha (dialek Hindi Mumbai yang dinilai vulgar dan banyak dipakai oleh preman di film India), tetapi ketika menyanyi, dia melontarkan kata-kata puitis.

Ada satu situasi dimana Anda menulis lagu sesuai dengan karakternya, tergantung pada momen dimana dia berada, tergantung pada lingo-nya. Kemudian ada situasi khusus lain dimana Anda bisa lebih bebas karena situasinya. Contohnya pada film Band Baaja Baaraat, "Ainvayee, ainvayee, ainvayee" muncul dari bahasa yang digunakan karakter Shruti dan Bittoo. Itu adalah bahasa yang digunakan di jalanan Delhi. Namun di film yang sama ada lagu, Adha Ishq atau Mitra, yang paling disorot dalam film tersebut. Mitra sangat dekat di hati saya. Saya menyanyikannya. Sekarang saya telah melakukan banyak pengembangan disana karena mereka tidak lip (sync) lagu itu. Itu adalah rangkaian kejadian yang seperti mimpi (dream sequence). Dalam rangkaian kejadian yang seperti mimpi, ketika situasi diambil dari perspektif orang ketiga, maka itu bisa suara Anda juga. Itu bisa bahasa pemirsa juga. Dalam hal ini Anda tak perlu khawatir tentang lingo karakter. Anda pun bisa pakai puisi Rumi.

Dalam lagu Manma Emotion Jaage-nya Dilwale, baris "Dil hua Milkha" diambil dari perilaku karakter dalam film, sedangkan kemungkinan, Gerua, bukan bahasa yang digunakan karakter. Namun itu adalah dream sequence. Anda berada di tengah glasier di Islandia, dan Anda bisa anggap itu sebagai kebebasan dan menggunakan kata "gerua", tak peduli karakternya pernah mendengar kata itu atau tidak.




Bagaimana dengan tekanan komersial pada penulisan lirik lagu? Anda punya komposer yang hanya tertarik pada 'hook line' atau produser yang hanya ingin lagu laris, tak peduli bagaimana isi liriknya. Seberapa merusak tekanan-tekanan komersil ini bagi penulisan lirik lagu? Apakah sesuatu yang bagus bisa lahir dari situ?


Tentu saja, sesuatu yang bagus juga muncul dari situ. Merusak, karena disana ada sesuatu yang terjadi selagi lagu-lagu diproduksi. Tekanan untuk menghasilkan sebuah lagu hits bisa menyeruak dari sebuah penulisan lirik, sebuah lagu, atau bahkan sebuah suara, yang tersisih dalam proses pembuatannya karena sekelompok orang tidak punya visi untuk memperkirakan ini bisa jadi suatu lagu yang bagus. Namun sisi yang lebih cerah dari tekanan komersil adalah, umpamanya, Anda seorang produser atau sutradara atau komposer. Anda telah memberi saya suatu melodi, saya menulis sebuah lagu dari melodi ini dan membawanya pada Anda. Anda mengatakan, "Amitabh, ini kekurangan sesuatu".

Saya sering berpikir bahwa draft pertama saya sendirinya adalah yang terbaik, tetapi setelah kemudian selesai (setelah direvisi), akhirnya bagus, bukan karena jadi populer, tetapi karena cocok dengan film-nya, terhubung dengan penontonnya, sehingga saya memahami ada sisi yang lebih cerah pula disitu.

Saya ingin bertanya pada Anda tentang masa depan lagu-lagu film India. Banyak diantara sutradara kontemporer yang nyaris malu akan rentetan lagu dan dalam upaya untuk memberikan elemen yang lebih realistis (maka) menggunakan lagu secara minimal atau tidak menggunakannya sama sekali. Apakah ada kemungkinan jika 30 tahun dari sekarang, kita takkan punya lagu (dalam) film India sama sekali?

Agneepath
Bisa jadi. Ada kemungkinan. Untungnya, masih ada perbedaan (pendapat tentang itu). Ada satu kelompok pembuat film muda yang masih menginginkan lagu menjadi bagian dari narasi mereka. Seperti Ayan Mukerji. Karan Malhotra, sutradara Agneepath, termasuk dalam golongan yang berpandangan lagu saya harus muncul seperti ini dalam film saya. Bahkan Imtiaz Ali sungguh-sungguh merayakan lagu-lagunya di layar. Dan selain mereka semua, ada Anurag Kashyap. Entah bagaimana dia berhasil mengintegrasikan lagu-lagu kedalam film-filmnya.

Tetapi saya memahami pertanyaan Anda. Karakter-karakter dalam sinema-sinema lama sering menyanyi, seluruh lagu menjadi bagian dari waktu pemutaran film, dan (kecenderungan ini) mulai pudar. Para pembuat film tidak bisa disalahkan sendirian disini. Film-film kini makin pendek. Sebuah album film memiliki 5-6 lagu. Sekarang, bagaimana Anda mengintegrasikan 5-6 lagu kedalam film sepanjang 2 jam, atau 2 jam 15 menit? Ini terjadi dalam semua lagu-lagu saya. Sebuah lagu yang sangat bagus sudah dibuat, tetapi dalam film, bait kedua dipotong. Ini terjadi di setiap film. Saya tidak tahu. Mungkin 30 tahun dari sekarang, format OST akan berperan, dimana soundtrack dan film memiliki tempat mereka sendiri yang terpisah.

Musik independen non-Bollywood nampaknya tengah naik daun sekarang. Ini berkembang dari Barat dimana para musisi memiliki identitas mereka sendiri. Jika film butuh lagu, mereka akan mengambilnya dalam format OST, tren itu akan tiba juga disini.

Anna Muttaqien

Kontributor sekaligus editor di Sinemapedia. Hobi menulis, membaca, nonton, plus nggosip apa saja yang hubungannya dengan Asia dan Jepang. Mulai suka anime dan manga sejak tahun 90-an, berlanjut sampai sekarang.

Lihat profil selengkapnya






Artikel Lain
Review Film




Berita Popular




Review Pembaca
ivan menulis "."
Di Review Film HIGH & LOW THE MOVIE 3: Final Mission >>
kevin menulis "ini di indo perkiraan masuk kapan ya "
Di Review Film HIGH & LOW THE MOVIE 3: Final Mission >>
Jakli Blythe menulis "katnya bluraynya mau keluar bulan februari lah sekaranh udah maret masih blom kluar juga hadeh"
Di Review Film HIGH & LOW THE MOVIE 2: End Of Sky >>
Dimas yosua cahyo menulis "Gimana yaa cara nonton high & low yg ini,,  saya penasaran sama kelanjutan film nyaa,,  tolong kasih link plis"
Di Review Film HIGH & LOW THE MOVIE 2: End Of Sky >>